Pages

Wide Area Network : Konsep, Layanan, dan Teknologi

Apa itu Wide Area Network?

Wide Area Network merupakan jaringan komputer yang melingkupi wilayah yang luas (contohnya, jaringan antar lingkup metropolitan, regional, atau bahkan nasional). Sangat berbeda dengan PAN (Personal Area Network), LAN (Local Area Network), CAN (Campus Area Network), MAN (Metropolitan Area Network) yang biasanya dibatasi oleh ruang, bangunan, kampus, atau daerah yang spesifik/khusus. Walaupun CAN, MAN bisa saja sangat luas, tapi WAN lebih luas dari keduanya.

Apa Perbedaannya?

Perbedaannya? menurut sumber dari www.helium.com, kebanyakan orang menjelaskan tentang LAN dan WAN hanya berkutat berdasarkan lokal atau tidaknya suatu jaringan. Lalu apa? Ternyata, kedua jaringan itu (juga) dibedakan oleh jumlah jaringan yang terhubung. LAN bersifat single network alias hanya mencakup satu network saja. Tapi begitu kita bicara tentang WAN, maka kita bicara tentang menghubungkan dua network yang berbeda dengan tujuan-tujuan tertentu

Contohnya, saat kita menghubungkan 20-50 komputer dalam satu bangunan, kita hanya membutuhkan LAN dengan menghubungkan kesemuanya dalam beberapa switch. Tapi, jika jumlah komputer lebih banyak dari itu sehingga menimbulkan masalah-masalah dalam jaringan. Apalagi menyadari fakta bahwa LAN, yang memiliki beberapa collision domain, hanya memiliki satu broadcast domain yang artinya secara logika semua komputer (taruhlah 50 komputer) mendengar paket broadcast walaupun tidak diinginkan. Maka dari itu ketika jaringan semakin besar, ada kebutuhan untuk membagi

Mengapa Harus WAN?

Tentu kita membutuhkan WAN. Saat jaringan menjadi semakin besar, dan satu LAN tidak bisa mencakupi semua yang ada, serta saat tempat-tempat yang dihubungkan berjarak sangat jauh, yang tentu saja tidak bisa dicakup oleh satu jaringan kecil, kita membutuhkan WAN untuk semua itu. Tidak mungkin kan, jaringan bank seluruh dunia hanya membutuhkan kabel UTP (yang biasa dipakai di LAN).

Lalu? Bagaimana WAN Bekerja?

Pasti muncul di benak kita, saat mengetahui bahwa LAN dan WAN adalah berbeda, bagaimana dengan cara kerjanya? apakah ada perbedaan dalam proses enkapsulasi? apakah performa kedua jaringan itu memiliki perbedaan?

Tentu saja. Perbedaan cara kerja antara LAN dan WAN ada pada dua layer terakhir: Data-Link Layer dan Physical Layer. Contoh: LAN pada umumnya menggunakan protokol dan teknologi ethernet pada data link layer, sedangkan WAN menggunakan protokol-protokol dan teknologi-teknologi yang cocok untuk koneksi jarak jauh seperti Point-to-Point, Circuit Switching, Packet Switching

Sumber
en.wikipedia.org - Wide Area Network

Link Laporan Akhir

Laporan Observasi - Klik Disini!
Laporan Akhir Semester - Klik Disini!

Device-device Networking

ROUTER

Router sering digunakan untuk menghubungkan beberapa network. Baik network yang sama maupun berbeda dari segiteknologinya. Seperti menghubungkan network yang menggunakan topologi Bus, Star, dan Ring. Router juga digunakan untuk membagi network besar menjadi beberapa buah subnetwork. Setiap subnetwork seolah - olah "terisolir" dari network lain. Hal ini dapat membagi - bagi traffic yang akan berdampak positif pada performa network.


Sebuah router memiliki kemampuan routing. Artinya router secara cerdas dapat mengetahui kemana rute perjalanan informasi akan dilewatkan. Apakah ditujukan untuk host lain yang satu network ataukah berbeda network. Jika paket - paket ditujukan untuk host pada network lain maka router akan meneruskannya ke network tersebut. Sebaliknya, jika paket - paket ditujukan untuk host yang satu network maka router akan menghalangi paket - paket keluar, sehingga paket - paket tersebut tidak "membanjiri" network lain.

BRIDGE

Bridge atau kadangkala disebut transparent bridge merupakan perangkat network yang digunakan untuk menghubungkan dua buah LAN atau membagi sebuah LAN menjadi dua buah segmen. Tujuannya adalah untuk mengurangi traffic sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan performa network.


Bridge dapat mengetahui apakah informasi ditujukan kepada host yang satu segmen atau berbeda segmen. Jika frame ditujukan kepada host pada yang satu segmen maka bridge akan meneruskannya ke host tersebut dan menutup jalur ke segmen lain. Sebaliknya Jika frame ditujukan kepada host pada segmen yang berbeda maka bridge akan meneruskannya ke segmen tujuan.


Seringkali banyak yang beranggapan bahwa router dan bridge sama, tetapi sebenarnya ada perbedaan dari keduanya. Pada bridge tidak dikenal istilah subnet. Semua segmen yang dihubungkan oleh bridge akan dipandang sebagai sebuah subnet. Bridge juga tidak dapat membedakan network protocol address. Jadi, apa pun protokol yahng digunakan akan dapat diloloskan oleh bridge. Bridge tidak dapat mengenali alamat logika seperti IP address, bridge hanya mengenali alamat fisik host yang disebut MAC address ata hardware address.


Setiap host menggunakan NIC yang memiliki alamat hardware atau MAC address. MAC address bersifat unik, artinya setipa hardware akan menggunakan alamat yang berbeda. Bridge hanya dapat “mencatat” MAC address setiap host yang terhubung dengannya, sehingga dapat mengetahui host mana yang satu segmen dan mana yang berbeda segmen. Perlu diingat bahwa bridge hanya dapat menghubungkan 2 buah segmen maka kita harus menggunakan switch jika ingin menghubungkan 2 buah lebih segmen.

SWITCH

Cara kerja switch mirip dengan bridge, dan memang sesungguhnya switch adalah bridge yang memiliki banyka port. Sehingga switch disebut sebagai multiport bridge. Switch berfungsi sebagai sentral atau kossentrator pada sebuah network.


Switch dapat mempelajari alamat hardware host tujuan, sehingga informasi bisa langsung dikirim ke host tujuan. Switch yang lebih cerdas dapt mengecek frame yang error dan dapat mem-blok frame yang error tersebut.

HUB

Hub mirip dengan switch, yaitu sebagai kosentrator. Namun, hub tidak “secerdas” switch. Jika informasi dikirim ke host target melalui hub maka informasi akan mengalir ke semua host. Kondisi semacam ini dapat menyebabkan beban traffic yang tinggi. Oleh sebab itu, sebuah hub biasanya hanya digunakan pada network berskala kecil. Ada perangkat network yang berfungsi mirip hub namun tidak memiliki banyak port. Peralatan tersebut adalah repeater.

Cable Tray and Conduit - Explaination

Cable tray

In the electrical wiring of buildings, a cable tray system is used to support insulated electric cables used for power distribution and communication. Cable trays are used as an alternative to open wiring or electrical conduit systems. Cable trays are commonly used for cable management in commercial and industrial construction. Cable trays are especially useful where changes to a wiring system are anticipated, since new cables can be installed by laying them in the tray, instead of pulling them through a pipe.

Types

Several types of tray are used in different applications. A solid-bottom tray provides the maximum protection to cables, but requires cutting the tray or using fittings to enter or exit cables. A deep, solid enclosure for cables is called a cable channel or cable trough.

A ventilated tray has openings in the bottom of the tray, allowing some air circulation around the cables, water drainage, and allows some dust to fall through the tray. Small cables may exit the tray through the ventilation openings, which may be slots or holes punched in the bottom. Ladder-type tray has the cables supported by a traverse bar, like the rungs of a ladder, at regular intervals on the order of 4 to 12 inches (100 to 300 mm).

Ladder and ventilated trays may have solid covers to protect cables from falling objects, dust, and water. Tray covers for use outdoors or very dusty locations may have a peaked shape to shed snow, ice or dust.

Where a great number of small cables are used, such as for telephone or computer network cables, lighter cable trays are appropriate. These may be made of wire mesh, called "cable basket", or may take the form of a single central spine (rail) with ribs to support cable on either side, a little like a fish spine and ribs.

Large power cables laid in tray may require support blocks to maintain spacing between conductors to prevent overheating of wires. Smaller cables may be laid unsecured in horizontal trays, or can be secured with cable ties to the bottom of vertically-mounted trays.

To maintain support of cables at changes of elevation or direction of a tray, a large number of specialized cable tray fittings are made compatible with each style (and manufacturer) of tray. Horizontal elbows change direction of a tray in the same plane as the bottom of the tray and are made in 30, 45 and 90 degree forms; inside and outside elbows are for changes perpendicular to the tray bottom. Tees, crosses, and other shapes exist. Some manufacturers and types provide adjustable elbows, useful for field-fitting a tray around obstacles or around irregular shapes.

Various clamping, supporting and splicing accessories are used with cable tray to provide a complete functional tray system. For example, different sizes of cable tray used within one run can be connected with reducers.

Materials used

Common cable trays are made of galvanized steel, stainless steel, aluminum, or glass-fiber reinforced plastic. The material for a given application is chosen based on the corrosion resistance required for the location.

Fire safety concerns and solutions

Combustible cable jackets may catch on fire and cable fires can thus spread along a cable tray within a structure. This is easily prevented through the use of fire-retardant cable jackets, or fireproofingcoatings applied to installed cables. Heavy coatings or long fire-stops may require adjustment of the cable current ratings, since such fireproofing measures may reduce the heat dissipation of installed cables.

Proper housekeeping is important. Cable trays are often installed in hard to reach places. Combustible dust and clutter may accumulate if the trays are not routinely checked and kept clean.

Plastic and fibreglass reinforced plastic cable trays are combustible; the effect is mitigated through the use of fire retardants or fireproofing.

Ferrous cable trays expand with the increasing heat from accidentalfire. This has been proven by the German Otto-Graf-Institut Test Report III.1-80999/Tei/tei "Supplementary Test On The Topic Of Mechanical Force Acting On Cable Penetration Firestop Systems During The Fire Test", dated 23 October 1984, to dislodge "soft"firestops, such as those made of fibrous insulations with rubber coatings. The same thing would apply to any silicone foam seals. This is easily remedied through the use of firestop mortars, as shown above, of sufficient compression strength and thickness. Also, somebuilding codes mandate that penetrants, such as cable trays are installed to avoid their contribution to the collapse of a firewall.

Electrical conduit

An electrical conduit is an electrical piping system used for protection and routing of electrical wiring. Electrical conduit may be made of metal, plastic, fiber, or fired clay. Flexible conduit is available for special purposes.

Conduit is generally installed by electricians at the site of installation of electrical equipment. Its use, form, and installation details are often specified by wiring regulations, such as the U.S. NEC or other national or local code. The term "conduit" is commonly used by electricians to describe any system that contains electrical conductors, but the term has a more restrictive definition when used in wiring regulations.

Early electric lighting installations made use of existing gas pipe to gas light fixtures (converted to electric lamps). Since this technique provided very good protection for interior wiring, it was extended to all types of interior wiring and by the early 20th century purpose-built couplings and fittings were manufactured for electrical use.

Comparison with other wiring methods

Electrical conduit provides very good protection to enclosed conductors from impact, moisture, and chemical vapors. Varying numbers, sizes, and types of conductors can be pulled into a conduit, which simplifies design and construction compared to multiple runs of cables or the expense of customised composite cable. Wiring systems in buildings are subject to frequent alterations. Frequent wiring changes are made simpler and safer through the use of electrical conduit, as existing conductors can be withdrawn and new conductors installed, with little disruption along the path of the conduit. A conduit system can be made waterproof or submersible. Metal conduit can be used to shield sensitive circuits from electromagnetic interference, and also can prevent emission of such interference from enclosed power cables.
When installed with proper sealing fittings, a conduit will not permit the flow of flammable gases and vapors, which provides protection from fire and explosion hazard in areas handling volatile substances.

Some types of conduit are approved for direct encasement in concrete. This is commonly used in commercial buildings to allow electrical and communication outlets to be installed in the middle of large open areas. For example, retail display cases and open-office areas use floor-mounted conduit boxes to connect power and communications cables.

Both metal and plastic conduit can be bent at the job site to allow a neat installation without excessive numbers of manufactured fittings. This is particularly advantageous when following irregular or curved building profiles.

The cost of conduit installation is higher than other wiring methods due to the cost of materials and labor. In applications such as residential construction, the high degree of physical damage protection is not required so the expense of conduit is not warranted. Conductors installed within conduit cannot dissipate heat as readily as those installed in open wiring, so the current capacity of each conductor must be reduced if many are installed in one conduit. It is impractical, and prohibited by wiring regulations, to have more than 360 degrees of total bends in a run of conduit, so special outlet fittings must be provided to allow conductors to be installed without damage in such runs. While metal conduit can be used as a grounding conductor, the circuit length is limited. A long run of conduit as grounding conductor will not allow proper operation of overcurrent devices on a fault, for example.

Types of conduit

Conduit systems are classified by the wall thickness, mechanical stiffness, and material used to make the tubing.

Rigid Metal Conduit (RMC)

Rigid Metal Conduit (RMC) is a thick threaded tubing, usually made of coated steel, stainless steel or aluminum.

Rigid Nonmetallic Conduit (RNC)

Rigid Nonmetallic Conduit (RNC) is a non-metallic unthreaded tubing.

Galvanized rigid conduit (GRC)

Galvanized rigid conduit (GRC) is galvanized steel tubing, with a tubing wall that is thick enough to allow it to be threaded. Its common applications are in commercial and industrial construction. [1]

Electrical metallic tubing (EMT)

Electrical metallic tubing (EMT), sometimes called thin-wall, is commonly used instead of galvanized rigid conduit (GRC), as it is less costly and lighter than GRC. EMT itself may not be threaded, but can be used with threaded fittings that clamp to it. Lengths of conduit are connected to each other and to equipment with clamp-type fittings. Like GRC, EMT is more common in commercial and industrial buildings than in residential applications. EMT is generally made of coated steel, though it may be aluminum.

Electrical Nonmetallic Tubing (ENT)

Electrical Nonmetallic Tubing (ENT) is a thin-walled corrugated tubing that is moisture-resistant and flame retardant. It is pliable such that it can be bent by hand and is often flexible although the fittings are not. It is not threaded due to its corrugated shape although the fittings might be.

Flexible Metallic Conduit (FMC)

Flexible Metallic Conduit (FMC) is made through the coiling of a self-interlocked ribbed strip of aluminum or steel, forming a hollow tube through which wires can be pulled. FMC is used primarily in dry areas where it would be impractical to install EMT or other non-flexible conduit, yet where metallic strength to protect conductors is still required. The flexible tubing does not maintain any permanent bend.

Cutting FMC requires a specialized hand tool with a rotary abrasive disc to creates a small incision into the ribbing so that a twisting motion separates the segments. The disc cuts deep enough to sever the armor coil but not so deep that it could damage the inside conductors.

Short segments of FMC called whips are often used as circuit "pigtails" between fixtures and a junction box, especially in suspended ceilings. Whip assemblies save a great deal of repetitive labor when installations require several pigtails for several fixtures.

Flexible metal conduit coated with a UV-resistant polymer is liquid-tight when installed with appropriate glandular fittings containing liquid-tight features such as O-rings.

Wiring regulations vary; in locales following the U.S. National Electric Code (NEC), flexible metallic conduit may serve as an equipment-grounding conductor. Other areas may require a bonding wire for equipment grounding. The bonding wire in direct contact with the interior of the conduit creates a lower resistance grounding conductor than the conduit alone.

Liquidtight Flexible Metal Conduit (LFMC)

Liquidtight Flexible Metal Conduit (LFMC) is a metallic flexible conduit covered by a waterproof plastic coating. The interior is similar to FMC.

Flexible Metallic Tubing (FMT)

Flexible Metallic Tubing (FMT) is not the same as Flexible Metallic Conduit (FMC) aka "greenfield" or "flex" which is National Electrical Code (NEC) Art 348. FMT is a raceway, but not a conduit and is a separate NEC Article - 360. It only comes in 1/2" & 3/4" trade sizes whereas FMC is sized 1/2" ~ 4" trade sizes. NEC 360.2 describes it as: "A raceway that is circular in cross section, flexible, metallic and liquidtight without a nonmetallic jacket."

Liquidtight Flexible Nonmetallic Conduit (LFNC)

Liquidtight Flexible Nonmetallic Conduit (LNFC) refers to several types of flame-resistant non-metallic tubing. Interior surfaces may be smooth or corrugated. There may be integral reinforcement within the conduit wall. It is also known as FNMC.

Aluminum conduit

Aluminum conduit, similar to galvanized steel conduit, is a rigid conduit, generally used in commercial and industrial applications, where a higher resistance to corrosion is needed. Such locations would include food processing plants, where large amounts of water and cleaning chemicals would make galvanized conduit unsuitable. Aluminum cannot be directly embedded in concrete, since the metal reacts with the alkalis in cement. The conduit may be coated to prevent corrosion by incidental contact with concrete. The extra cost of aluminum is somewhat offset by the lower labor cost to install, since a length of aluminum conduit will have about one-third the weight of an equally-sized rigid steel conduit.

Intermediate metal conduit (IMC)

Intermediate Metal Conduit (IMC) is a steel tubing heavier than EMT but lighter than RMC. It may be threaded.

PVC conduit

PVC conduit is the lightest in weight compared to other conduit materials, and usually lower in cost than other forms of conduit. In North American electrical practice, it is available in three different wall thicknesses, with the thin-wall variety only suitable for embedded use in concrete, and heavier grades suitable for direct burial and exposed work. The various fittings made for metal conduit are also made for PVC. The plastic material resists moisture and many corrosive substances, but since the tubing is non-conductive an extra bonding (grounding) conductor must be pulled into each conduit. PVC conduit may be heated and bent in the field. Joints to fittings are made with slip-on solvent-welded connections,which set up rapidly after assembly and attain full strength in about one day. Since slip-fit sections do not need to be rotated during assembly, the special union fittings used with threaded conduit (Ericson) are not required. Since PVC conduit has a higher thermal coefficient of expansion than other types, it must be mounted so as to allow for expansion and contraction of each run. Care should be taken when installing PVC underground in multiple or parallel run configurations due to mutual heating effect of cable

Other metal conduits

In extreme corrosion environments where plastic coating of the tubing is insufficient, conduits may be made from stainless steel, bronze or brass.

Underground conduit

Large diameter (more than 2 inch/50 mm) conduit may be installed underground between buildings to allow installation of power and communication cables. An assembly of these conduits, often called a duct bank, may either be directly buried in earth or encased in concrete. A duct bank will allow replacement of damaged cables between buildings or additional power and communications circuits to be added, without the expense of excavation of a trench. While metal conduit is occasionally used for burial, usually PVC, polyethylene or polystyrene plastics are now used due to lower cost. Formerly, compressed asbestos fiber mixed with cement was used for some underground installations. Telephone and communications circuits were installed in fired-clay conduit.

CLSID dan VLSM

Classless Inter Domain Routing

Sampailah kita pada pokok pembahasan dalam tulisan ini yaitu metode CIDR, berhitung IP address dengan ini banyak digunakan dan sangat membantu dalam proses pembagian IP address, banyak tulisan yang membahas cara ini seperti di CCNA-CNAP, khususnya dalam soal-soal ujian yang dilakukan oleh cisco, Pada kesempatan ini yang akan kita lakukan adalah perhitungan subnetting lanjutan atau yang dikenal dengan VLSM (variable length Subnet Mask), namun sebelum kita membahas VLSM ada baiknya kita sedikit meriview tentang subnetting menggunakan CIDR. Pada tahun 1992 lembaga IEFT memperkenalkan suatu konsep perhitungan IP Address yang dinamakan supernetting atau classless inter domain routing (CIDR), metode ini menggunakan notasi prefix dengan panjang notasi tertentu sebagai network prefix, panjang notasi prefix ini menentukan jumlah bit sebelah kiri yang digunakan sebagai Network ID, metode CIDR dengan notasi prefix dapat diterapkan pada semua kelas IP Address sehingga hal ini memudahkan dan lebih efektif. Menggunakan metode CIDR kita dapat melakukan pembagian IP address yang tidak berkelas sesukanya tergantung dari kebutuhan pemakai. Sebelum kita melakukan perhitungan IP address menggunakan metode CIDR berikut ini adalah nilai subnet yang dapat dihitung dan digunakan.


Subnet Mask
CIDR
Subnet Mask
CIDR
255.128.0.0
/9
255.255.240.0
/20
255.192.0.0
/10
255.255.248.0
/21
255.224.0.0
/11
255.255.252.0
/22
255.240.0.0
/12
255.255.254.0
/23
255.248.0.0
/13
255.255.255.0
/24
255.252.0.0
/14
255.255.255.128
/25
255.254.0.0
/15
255.255.255.192
/26
255.255.0.0
/16
255.255.255.224
/27
255.255.128.0
/17
255.255.255.240
/28
255.255.192.0
/18
255.255.255.248
/29
255.255.224.0
/19
255.255.255.252
/30

Catatan penting dalam subnetting ini adalah penggunaan oktat pada subnet mask dimana :

  • Untuk IP Address kelas C yang dapat dilakukan CIDR-nya adalah pada oktat terakhir karena pada IP Address kelas C subnet mask default-nya adalah 255.255.255.0
  • Untuk IP Address kelas B yang dapat dilakukan CIDR-nya adalah pada 2 oktat terakhir karena pada IP Address kelas B subnet mask default-nya adalah 255.255.0.0
  • Untuk IP Address kelas A yang dapat dilakukan CIDR-nya adalah pada 3 oktat terakhir karena IP Address kelas A subnet mask default-nya adalah 255.0.0.0 untuk lebih jelasnya dapat kita lakukan perhitungan pada contoh IP Address berikut ini :
Diketahui IP Address 130.20.0.0/20 yang ingin diketahui dari suatu subnet dan IP Address adalah :

1. Berapa jumlah subnet-nya ?
2. Berapa jumlah host per subnet ?
3. Berapa jumlah blok subnet ?
4. Alamat Broadcast ?

Untuk dapat menghitung beberpa pertanyaan diatas maka dapat digunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

Untuk menghitung jumlah subnet = (2x)
(2x) = (24) = 16 subnet
Dimana x adalah banyak angka binary 1 pada subnet mask di 2 oktat terakhir : 130.20.0.0/20, yang kita ubah adalah /20 menjadi bilangan binary 1 sebanyak 20 digit sehingga (banyaknya angka binary 1 yang berwarna merah) dan jumlah angka binary pada 2 oktat terakhir adalah 4 digit

/20
11111111
11111111
11110000
00000000
Decimal
255
255
240
0

Untuk menghitung jumlah host per subnet = (2y-2)
(2y-2) = (212-2) = 4094 host
Dimana y adalah banyaknya angka binary 0 pada subnet mask di 2 oktat terakhir (banyaknya angka binary 0 yang berwarna hijau) dan jumlah angka binary pada 2 oktat terakhir adalah 12 digit

/20
11111111
11111111
11110000
00000000
Decimal
255
255
240
0

Untuk menghitung jumlah blok subnet = (256-nilai decimal 2 oktat terakhir pada subnet) sehingga = (256-240)= 16 0 16 32 48 64 80 96 112 128 144 160 176 192 208 224 240

Hasil pengurangan tersebut kemudian menjadi nilai kelipatan sampai nilainya sama dengan nilai pada 2 oktat terakhir di subnet mask, yaitu : 16+16 dan seterusnya hingga 240, kelipatan 16 adalah : 0 16 32 48 64 80 96 112 128 144 160 176 192 208 224 240

Dari hasil perhitungan diatas maka dapat kita simpulkan :

Untuk IP Address 130.20.0.0/20
Jumlah subnet-nya = 16
Jumlah host per subnetnya = 4094 host
Jumlah blok subnetnya sebanyak 16 blok yaitu
16 32 48 64 80 96 112 128 144 160 176 192 208 224 240

Selanjutnya dari nilai CIDR tersebut dapat kita bagi lagi menjadi blok subnet baru hal ini
dapat dilakukan dengan metode VLSM.

Variable Length Subnet Mask

Jika proses subnetting yang menghasilkan beberapa subjaringan dengan jumlah host yang sama telah dilakukan, maka ada kemungkinan di dalam segmen-segmen jaringan tersebut memiliki alamat-alamat yang tidak digunakan atau membutuhkan lebih banyak alamat. Karena itulah, dalam kasus ini proses subnetting harus dilakukan berdasarkan segmen jaringan yang dibutuhkan oleh jumlah host terbanyak. Untuk memaksimalkan penggunaan ruangan alamat yang tetap, subnetting pun diaplikasikan secara rekursif untuk membentuk beberapa subjaringan dengan ukuran bervariasi, yang diturunkan dari network identifier yang sama. Teknik subnetting seperti ini disebut juga variable-length subnetting. Subjaringan-subjaringan yang dibuat dengan teknik ini menggunakan subnet mask yang disebut sebagai Variable-length Subnet Mask (VLSM).

Karena semua subnet diturunkan dari network identifier yang sama, jika subnet-subnet tersebut berurutan (kontigu subnet yang berada dalam network identifier yang sama yang dapat saling berhubungan satu sama lainnya), rute yang ditujukan ke subnet-subnet tersebut dapat diringkas dengan menyingkat network identifier yang asli.

Teknik variable-length subnetting harus dilakukan secara hati-hati sehingga subnet yang dibentuk pun unik, dan dengan menggunakan subnet mask tersebut dapat dibedakan dengan subnet lainnya, meski berada dalam network identifer asli yang sama. Kehati-hatian tersebut melibatkan analisis yang lebih terhadap segmen-segmen jaringan yang akan menentukan berapa banyak segmen yang akan dibuat dan berapa banyak jumlah host dalam setiap segmennya.

Dengan menggunakan variable-length subnetting, teknik subnetting dapat dilakukan secara rekursif: network identifier yang sebelumnya telah di-subnet-kan, di-subnet-kan kembali. Ketika melakukannya, bit-bit network identifier tersebut harus bersifat tetap dan subnetting pun dilakukan dengan mengambil sisa dari bit-bit host.

Tentu saja, teknik ini pun membutuhkan protokol routing baru. Protokol-protokol routing yang mendukung variable-length subnetting adalah Routing Information Protocol (RIP) versi 2 (RIPv2), Open Shortest Path First (OSPF), dan Border Gateway Protocol (BGP versi 4 (BGPv4). Protokol RIP versi 1 yang lama, tidak mendukungya, sehingga jika ada sebuah router yang hanya mendukung protokol tersebut, maka router tersebut tidak dapat melakukan routing terhadap subnet yang dibagi dengan menggunakan teknik variable-length subnet mask.

Misalkan kita memiliki empat buah network dengan jumlah host yang berbeda-beda untuk tiap networknya. Net-A (14 host), Net-B (30 host), Net-C (20 host) dan Net-D (6 Host). Ip yang digunakan adalah 192.168.100.xx . Bagaimana kita membuat subnet dengan menggunakan VLSM?


Langkah 1

Tentukan terlebih dahulu urutan network dengan jumlah host terbanyak dan subnet yang akan digunakan. Dalam kasus ini urutan network mulai dari host terbanyak adalah Net-B, Net-C, Net A dan Net-D. Bila dilihat jumlah host terbanyak yaitu pada Net-B, bandingkan dan pilihlah subnet yang memiliki selisih paling sedikit atau sama antara host per subnet dengan host terbanyak.

CIDR
Host per subnet
Blok subnet
/26
62
64
/27
30
32
/28
14
16
/29
6
8
/30
2
4


Langkah 2

Buat blok-subnet dari subnet yang sudah dipilih

Subnet 192.168.100.0 192.168.100.32 192.168.100.64 192.168.100.96
Ip pertama 192.168.100.1 192.168.100.33 192.168.100.65 192.168.100.97
Ip terakhir 192.168.100.30 192.168.100.62 192.168.100.94 192.168.100.126
Broadcast 192.168.100.31 192.168.100.63 192.168.100.95 192.168.100.127

Bila kita menggunakan subnet secara langsung, maka kita membutuhkan 4 blok-subnet untuk menghubungkan keempat network tersebut. Berbeda halnya bila kita menggunakan VLSM.


Langkah 3

Bila menggunakan VLSM maka kita perlu untuk menentukan subnet yang akan digunakan untuk masing – masing network.

CIDR
Host per subnet
Blok subnet
Network
/26
62
64
-
/27
30
32
B dan C
/28
14
16
A
/29
6
8
D
/30
2
4
-



Langkah 4

Menentukan jumlah blok-subnet yang baru. Berdasarkan blok-subnet pada langlah 2, kita memilih blok-subnet baru yang dapat menampung seluruh host dalam network A, B, C dan D. Perlu diingat bahwa satu blok-subnet dapat menampung 30 host.


Net-B
Net-C
Net-A dan Net-D
Subnet
192.168.100.0
192.168.100.32
192.168.100.64
IP pertama
192.168.100.1
192.168.100.33
192.168.100.65
IP terakhir
192.168.100.30
192.168.100.62
192.168.100.94
Broadcast
192.168.100.31
192.168.100.63
192.168.100.95




Net-B menempati satu blok-subnet karena jumlah host = jumlah host per subnet (30=30).
Net-C menempati satu blok-subnet karena jumlah host mendekati jumlah host per subnet (20 > 30).
Net-A dan Net-D menempati satu blok-subnet karena jumlah host dari kedua network tersebut hasilnya mendekati jumlah host per subnet (14 + 6 > 30).


Langkah 5

Menentukan subnet untuk VLSM. Blok-subnet untuk net-B dan net-C sudah tidak perlu lagi dipersoalkan tinggal bagaimana blok-subnet untuk net-A dan net-D. Berdasarkan langkah 3 kita menggunakan /28 untuk net-A dan /29 untuk net-B. Berikut blok-subnet yang digunakan oleh net-A.


Net-A
Subnet VLSM
192.168.100.64
192.168.100.80
IP pertama
192.168.100.65
192.168.100.81
IP terakhir
192.168.100.78
192.168.100.94
Broadcast
192.168.100.79
192.168.100.95


Perhatikan, lompatan blok-subnet untuk net-A langsung menggunakan 64 tidak menggunakan 0 , 16, 32, 48 karena sudah digunakan oleh net-B dan net-C. Jumlah host per subnet yang digunakan untuk net-A pun sesuai dengan format subnet yang digunakan yaitu 14. Blok-subnet kedua dari /28 pada net-A digunakan oleh net-B dengan format berbeda yaitu /29, dengan alasan yang sama maka lompatan bloksubnet untuk net-B langsung 80, sehingga blok-subnet yang baru untuk net-B yaitu :


Net-B
Subnet VLSM
192.168.100.80
IP pertama
192.168.100.81
IP terakhir
192.168.100.86
Broadcast
192.168.100.87

Secara lengkap subnet yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

Net-B
192.168.100.0 /27
Net-C
192.168.100.32 /27
Net-A
192.168.100.64 /28
Net-D
192.168.100.80 /29

Bukti bahwa perhitungan subnet sudah benar adalah Network ID pada masing-masing netwok berbeda sehingga tidak terjadi overlapping.